Kamis, 08 April 2010

MENGHARGAI APA YANG KITA PUNYA

Tangat Menghargai Apa Yang Kita Punya
Penulis : Pitoyo Amrih
Rating Artikel :
Kamis, 23-Oktober-2008

Borobudur menyedihkan..begitu kata salah seorang kolega saya. Membuat saya berpikir dan merenung. Bukan karena bangunannya, bukan karena bentuk fisiknya, bukan karena perawatan bangunannya, tapi bagaimana pengelola di sana melayani para tamu-tamu pengunjung sebagai bentuk penghargaan terhadap aset Borobudur itu sendiri.

Kolega saya ini kebetulan seorang pengusaha, tinggal di Surabaya, tapi lebih banyak berada di kantornya di Jakarta. Sesekali datang ke Solo, mengunjungi perusahaan tempat saya bekerja karena kami adalah salah satu costumer-nya. Dan bila beliau datang, biasanya saya diminta untuk menemuinya. Kolega saya ini, dari kaca mata saya juga termasuk orang yang istimewa, caranya berbicara, bagaimana dia melihat suatu masalah dan gayanya yang selalu bersemangat, membuat saya melihat beliau ini mungkin lebih mirip seperti seorang motivator daripada seorang pengusaha.

Dan disela-sela pembicaraan kami, pagi itu, beberapa hari lalu, sampailah dia bercerita bahwa beberapa hari sebelumnya, dia duduk di pesawat bersebelahan dengan dengan seorang bule dalam penerbangan dari Yogya ke Surabaya. Omong punya omong, sampailah kemudian kolega saya ini bercerita, bagaimana sang bule itu kecewa atas kunjungannya ke Borobudur. “..Borobudurmenyedihkan!!”, begitu kata kolega saya menirukan sang bule.

Katanya, dengan ekspresi seperti seorang yang sangat kecewa dan marah, sang bule itu sampai mengkritik kolega saya itu (tentunya kritik itu juga tertuju pada kita semua bangsa Indonesia), bahwa Borobudur adalah sebuah keajaiban, Borobudur adalah sebuah aset berharga, tapi dia justru sangat menyayangkan kita bangsa Indonesia yang belum begitu paham arti untuk menghargai itu semua.

Menurut ceritanya, sang bule adalah orang Eropa, datang ke sini dengan sebuah ekpektasi besar tentang sebuah kespektakuleran Borobudur seperti yang dibacanya di sebuah situs. Tentunya dia juga berharap dalam menikmati dan mengagumi Borobudur, akan dilayani dengan baik oleh kita bangsa Indonesia, terutama pengelola Borobudur. Tapi apa yang dia dapat setelah sampai di Borobudur?Katanya sang bule bercerita tentang toilet yang jorok, tentang sampah dimana-mana, tentang tour-guide yang kurang menghargai karya Borobudur sendiri –katanya, sang tour-guide itu menjelaskan relief dengan cara memukul-mukulkan payung di gambar relief itu, justru dia (sang bule itu) yang sedih atas kondisi itu-, tentang bagaimana para penjaja dagangan menawarkan dagangan dengan cara memaksa-maksa. Ekspektasi besaritu langsung berubah kepada sebuah kekecewaaan besar.

Dari cerita komplain sang bule itu, kolega saya kemudian mengemukakan pendapatnya tentang bagaimana kita orang Indonesia kebanyakan ini, tipikalnya cenderung untuk kurang menghargai apa yang saat ini kita punya. Orang boleh berpikir untuk selalu maju, berpikir jauh ke depan, menyiapkan langkah-langkah untuk segalanya menjadi baik, tapi jangan lupa, bahwa itu semua dilakukan juga dengan cara selalu menghargai apa pun yang kita punya saat ini.

Kolega saya ini juga bercerita, bagaimana dia sebagai seorang pengusaha tetap berusaha selalu melayani semua costumer-nya tidak terkecuali. Costumer kecil, costumer besar semua diberi penghargaan dengan pelayanan yang sama, karena itu semua adalah yang dia punya saat ini.

Di akhir ceritanya yang bersemangat dan panjang lebar, dia kembali merasa sedih, ketika kita begitu gegap gempita mempromosikan agar orang datang dan berinvestasi ke negara kita, justru orang bule yang menyayangkan atas apa yang kita lakukan terhadap Borobudur. Bagaimana si bule itu lebih memiliki semangat untuk menghargai apa yang kita (bangsa Indonesia) punya.

Dan saya setuju dengan kolega saya ini

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

firdausrho Copyright © 2009
Scrapbook Mania theme designed by Simply WP and Free Bingo
Converted by Blogger Template Template