Jumat, 09 April 2010

Adab Ikhtilaf

Adab Ikhtilaf (Beda pendapat) Dalam Islam

Persoalan-persoalan khilaf yang diperselisihkan kalangan Imam-baik dalam masalah pokok maupun cabang-cabangnya- tak akan jelas mana yang hak, bila tak dikembalikan kepada Allah dan Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan mereka yang berselisih itu semakin tak memiliki pegangan dalam persoalan mereka. Kalau mereka masih dinaungi rahmat Allah, sebagian mereka akan tetap mengakui sebagian yang lain. Sebagian mereka tak ada yang menjegal sebagian yang lain. Sebagaimana para Sahabat pada masa kekhalifahan Umar da Utsman juga berselisih dalam beberapa persoalan Ijtihadiyah.Sebagian mereka tetap mengakui sebagian yang lain. Tak ada yang saling menindas. Namun kalu Allah tidak merahmati mereka, niscaya mereka akan melakukan perselisihan yang tercela; yaitu sebagian mereka menjegal yang lainnya. Baik lewat perkataan, misalnya dengan memfasikkan atau menggafirkannya; atau lewat perbuatan, seperti memenjarakan, memukul atau-bahkan-membunuhnya. Orang-orang yang menimbulkan fitnah "Al Qur'an adalah makhluk",,termasuk golongan mereka. Mereka sendiri yang membuat kebid'ahan, tapi malah mengafirkan orang yang tak sependapat dengan mereka. Mereka menghalalkan diri untuk merampas hak dan menyiksanya.
Manusia, bila tak mampu memahami ajaran yang dibawa Rasul:bisa jadi berlaku adil, bisa jua berbuat zhalim. Ia berlaku adil, kalau ia beramal sebatas jejak-jejak (ajaran) para Nabi yang sampai kepada mereka dan tidak menzhalimi orang lain. Sedangkan orang yang zhalim, akan menindas orang lain. Mayoritas mereka berbuat zhalim dengan kesadaran bahwa mereka memang berbuat zhalim. Sebagaimana yang difirmankan Allah:
"Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Alkitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka." (Ali Imran : 19)

Karena, kalau mereka berjalan sesuai dengan keadilan yang mereka tahu, mereka akan tetap saling mengakui yang lain. seperti halnya orang-orang yang masih bertaqlid kepada para Imam dari kalangan ulama.Dimana mereka menyadari bahwa diri mereka belum mampu mengetahui hukum Allah dan Rasul dalam persoalan-persoalan itu. Mereka menjadikan para Imam mereka sebagai orang yang mewakili Rasul. Mereka menyatakan: "Sampai di sinilah batas kemampuan kami", yang berlaku adil di kalangan mereka tak akan menzhalimi orang lain. Tidak akan mau menindasnya dengan perkataan ataupun perbuatan. Seperti dengan mengklaim bahwa Imam yang diikutinyalah yang benar, tanpa mengemukakan hujjah/ alasan, lalu mencela yang tak sependapat dengannya. Padahal ia (ulama yang tidak sependapat dengan imamnya) termaafkan.

Dua Macam Bentuk Ikhtilaf:
Sesungguhnya, bentuk ikhtilaf dan perselisihan itu pada asalnya ada dua macam: Ikhtilaf tanawwu' (keragaman) dan Ikhtilaf tadhaadh (bertentangan).

Ikhtilaf Tanawwu' Sendiri Ada Beberapa Bentuk:
Diantaranya: Dua pendapat (atau lebih) yang berbeda itu sama-sama benar dan disyari'atkan. Seperti halnya bacaan-bacaan yang diperselisihkan oleh para Sahabat ra. Sampai Nabi sendiri yang melerai dan bersabda: " Masing-masing kamu berdua berbuat baik/betul."

Seperti halnya juga perbedaan corak adzan, iqamat. doa Istiftah, tempat-tempat sujud sahwi dan yang semisal itu. Diman seluruhnya di syari'atkan, meskipun sebagian ragamnya lebih utama dari yang lain.

Diantaranya: Apabila salah satu dari pendapat itu sudah terkandung dalam pengertian pendapat yang lain. Akan tetapi pengungkapan masing-masingnya berbeda. Sebagaimana banyak manusia yang berbeda dalam mengungkapkan definisi, penyitiran dalil dan dalam mngungkapkan berbagai objek serta yang lainnya. Kemudian, sifat zhalim dan kebodohan _kerap_ menggiring orang untuk menyanjung salah satu pendapat dan mencela pendapat yang lain, bahkan menindas pemiliknya, dan lain sebagainya.

Pada ikhtilaf tanawwu', cela itu berlaku bagi mereka yang menjegal yang lainnya. Sementara Al Qur'an telah menunjukkan sanjungan bagi masing-masing mereka yang berselisih paham tersebut, kalau tak terjadi jegal menjegal. Sebagaimana firman-Nya:
"Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri diatas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah." (Al-Hasyr : 5)
Konon dahulu mereka berbeda pendapat dalam menebang pohon. Sebagian mereka menebang, sebagian lain tidak. Demikian halnya yang difirmankan Allah:
"Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, diwaktu keduanya memberi keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu, maka Kami teelah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu..." (Al Anbiyaa' : 78-79)

Allah mengistimewakan Sulaiman dengan pemahamannya, sementara Dia menyanjung mereka berdua karena ilmu dan kebijaksanaannya. Sebagaimana juga pengakuan Nabi Shallallahu 'alihi wa Sallam di hari peperangan Bani Quraizhah terhadap orang yang shalat Ashar pada waktunya, dan juga terhadap orang yang menangguhkannya hingga sampai ke Bani Quraizhah (Dikeluarkan oleh Al Bukhari (946) dan Muslim (1770) dari hadits Ibnu Umar).

Adapun IKHTILAF TADHAADH, adalah dua pendapat yang saling bertentangan. Baik dalam perkara yang POKOK maupun CABANG-CABANGnya. Menurut pendapat mayoritas ulama, yang benar dari keduanya hanyalah satu. pembahasan persoalan ini lebih sulit karena kedua pendapat itu memang bertentangan. Tetapi seringkali kita dapati kalangan manusia, bila lawan bicaranya membawa PENDAPAT yang BATIL tapi mengandung sedikit kebenaran, atau memiliki dalil yang konteks penerapannya ada benarnya, ia lantas menghabisi kebatilan bersama kebenarannya sekaligus. Sehingga ia justru jadi membawa sebagian kebatilan. Sementara lawannya pada asalnya memang membawa kebatilan. Ini sering terjadi di kalangan Ahlussunnah. Adapuan AHLI BID'AH, hukum terhadapnya sudah jelas. Orang yang memperoleh petunjuk dan cahaya Allah, pasti bisa mengambil pelajaran dari hal-hal yang telah dilarang dalam Al-Kitab dan As-Sunnah seperti bid'ah itu dan sejenisnya.

Ikhtilaf yang kedua ini : Perselisihan dimana salah satu dari yang berselisih terpuji sementara pihak lainnya tercela. Sebagaimana difirmankan Allah: " Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah Rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada diantara mereka yang beriman dan ada (pula) diantara mereka yang kafir." (Al Baqarah : 253)
Demikian juga difirmankan : "" Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Rabb mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka." ( Al Hajj:19)

Umumnya perselisihan ditengah umat yang bermuara pada (memperturutkan) hawa nafsu pada asalnya termasuk macam ikhtilaf yang pertama (artinya seharusnya tidak membawa perpecahan). Demikian juga kadang membawa pada pertumpahan darah, merampas harta benda, menimbulkan kebencian dan permusuhan. Karena salah satu pihak tidak sudi mengakui kebenaran yang ada pada pihak lain. Tidak bersikap bijaksana. Bahkan kebenaran yang ada padanya justru dibumbui dengan kebatilan-kebatilan, demikian juga sebaliknya.

Sumber: TAHDZIB Syarh Ath Thahawiyah, Abdul Akhir Hammad Al Ghunaimi

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

firdausrho Copyright © 2009
Scrapbook Mania theme designed by Simply WP and Free Bingo
Converted by Blogger Template Template